-->

Thursday, January 11, 2018

author photo
A.      Pengertian Down Syndrom
Perubahan jumlah dan struktur kromosom ikaitkan dangan serius paa manusia. Ketika nondisjungsi terjadi dalam meiosis, akibatnya adalah aneuploid, terdapatnya kromosom abnormal di dalam gamet yang diproduksi, dan kemudian di dalam zigot.  Meskipun frekuensi zigot aneuploid bisa cukup tinggi pada manusia, sebagian besar membahayakan  bagi perkembangan embrio. Salah satu keadaan aneuploid adalah Sindrom Down, mengenai kira-kira 700 anak yang lahir di Amerika Serikat.  
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Down syndrome merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Menurut Dr. John Longdon Down, kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering  juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah  “Down Syndrome” dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah itu.
                          
B.       Ciri-ciri Down Syndrom
Menurut kamus psikologi, Down Syndrom merupakan satu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal dan retak-retak atau terbelah, wajahnya datar ceper, dan matanya miring. Sedangkan menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita down syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia.
Down Syndrom terjadi hampir merata pada laki-laki dan wanita. Penderita Down Syndrom memiliki ciri yang khas, diantaranya yaitu:
1.      Abnormalitas pada tengkorak
2.      Abnormalitas pada muka
3.      Tubuh pendek
4.      Dagu atau mulut kecil
5.      Leher pendek
6.      Kaki dan tangan terkadang bengkok
7.      Mulut selalu terbuka
8.      Ujung lidah besar
9.      Hidung lebar dan rata
10.  Kedua lubang hidung terpisah lebar
11.  Jarak antara kedua mata lebar
12.  Kelopak mata mempunyai lipatan epikantus

C.    Penyebab Down Syndrom
 Down syndrome terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya memunculkan down syndrome.  Hingga saat ini, diketahui adanya hubungan antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi, yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome (Monks, Knoers, Haditono, 50-1).     
Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi.  Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau ketidak mampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat.  Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom. Lahirnya anak yang menderita Syndrom Down itu berhubungan erat dengan umur ibu. Tidak ada korelasinya yang konsisten dengan umur ayah.  Kemungkinan karena oosit mengalami waktu istirahat (profase 1) yang sangat panjang yaitu sejak pemebentukan (meosis) oosit hingga sampai ovulasi, dengan demikian membutuhkan waktu istirahat kira-kira 12-45 tahun, selama waktu yang panjang itu oosit mengalami nondisjunction. Biasanya kalainan ini terjadi pada anak terkhir dari suatu keluarga besar, karena faktor seorang ibu yang melahirkan pada usia lanjut.
Ada beberapa pendapat mengapa terjadi nondisjunction, mungkin adanya virus akibat radiasi, mungkin adanya pengandungan antobody tiroid yang tinggi, mungkin karena lama sel telur tidak dibuahi di tuba fallopii.


Gambar diatas menjelaskan bahwa: a. Kromosom homolog dapat gagal berpisah selama anafase I. b. Kromatid gagal berpisah selama anafase meiosis II. Kedua tipe kesalahan meiotik tersebut akan menghasilkan gamet dengan jumlah kromosom yang tidak normal, karena seharusnya pada meiosis 1 membawa 1 pasang kromosom, tetapi ini malah membawa 2 pasang kromosom, sehingga pada meiosis 2 terjadi pembelahan ganda, akhirnya menjadi trisomi pada kromosom 21, dan salah satu faktornya adalah usia.
Down Syndrom juga disebabkan oleh kurangnya zat-zat tertentu yang menunjang perkembangan sel syaraf pada saat bayi masih di dalam kandungan, seperti kurangnya zat iodium. Menurut data badan UNICEF, Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta poin Intelligence Quotient (IQ) setiap tahun akibat kekurangan iodium. Faktor yang sama juga telah mengakibatkan 10 hingga 20 kasus keterbelakangan mental setiap tahunnya (Aryanto, dalam Koran Tempo Online). Mutasi gen ini memiliki kemungkinan paling besar terjadi pada kelahiran dimana usia ibu antara 40 sampai 50 tahun. Persentasenya sekitar 1,5 per 1000 kelahiran.

D.      Terapi Gen (Harapan untuk Menyembuhkan Down Syndrom)
Down Syndom dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena Down Syndrom merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya Down Sydrom. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu mendiagnosa kelainan kromosm, antara lain:
·    Pemeriksaan fisik penderita
·    Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.
·    Pemeriksaan kromosom
·    Ekokardiogram (ECG)
·    Ultrasonografi (USG)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu siklus haid terakhir). Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam medis serius, seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.
·    Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
·    Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan.

E.       Jenis-Jenis Terapi yang Di butuhkan Penderita Down Syndrome
Pengobatan pada penderita down syndom belum ditemukan, karena cacatnya pada sel benih yang dibawa dari dalam kandungan. Untuk membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak, penderita ini bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan pribadinya sehari-hari seperti berpakaian dan buang air, walaupun kemajuannya lebih lambat dari anak biasa, dengan terapi khusus, diantaranya yaitu:
1)   Terapi wicara 
Suatu terapi yang di pelukan untuk anak DS atau anak bermasalah dengan keterlambatan bicara, dengan deteksi dini di perlukan untuk mengetahui seawal mungkin menemukan gangguan kemampuan berkomunikasi, sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi wicara.
2)   Terapi Okupasi          
Terapi ini di berikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak “bermasalah” tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa komunikasi dan memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat.
3)   Terapi Remedial        
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill, jadi bahan bahan dari sekolah bias dijadikan acuan program.
4)   Terapi Kognitif          
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan perceptual, misal anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak yang mengalami gangguan pemahaman, dll.
5)   Terapi Sensori Integrasi         
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensori, misalnya sensori visual, sensori aktil, sensori pendengaran, sensori keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dll.
ruangan terapi sendori integrasi :
6)   Terapi Snoefzelen      
Snoezelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk mempengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada system sensori primer seperti visual, auditori, taktil. Taste, dan smell serta system sensori internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau aktifiti.
Semua terapi ini dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi dari tim dokter yang telah memeriksa anak yang mengalami gangguan.  Dengan melatih anak down syndrome, diharapkan mereka memiliki skill yang makin lama makin berkembang dan mereka diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri dengan aktivitas-aktivitas yang sederhana.
your advertise here

This post have 0 komentar


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Themeindie.com